Berkunjung
ke Rumah Nenek
Persiapan
di rumah .....
Liburan telah tiba,
kini aku dan keluargaku akan pergi berkunjung ke rumah nenek yang ada
di Kediri. Pukul 06.15 WIB aku mulai membersihkan diri, tak lupa
menyiapkan kopi untuk ayah adalah tugasku. “Yah.. ini kopinya,
selagi masih panas, enak diminum untuk menghangatkan badan di pagi
yang dingin ini,” kataku smabil menaruh kopi di meja tempat ayah
sedang membaca koran. “Ya, makasih ya sudah di buatkan,” balas
ayah padaku dengan menunjukkan senyum bahagianya.
Jam dinding di
rumahku menunjukkan pukul 08.00 WIB, kali ini kami sibuk
sendiri-sendiri ayah yang sudah sibuk memanaskan sepeda dari tadi dan
ibu yang telah menyiapkan bekal untuk perjalanan serta aku dan adik
yang sibuk memilih baju untuk dibawa ke sana. Telah siap untuk
berangkat.
“Ayo berangkat,
sebelum jalannya macet,” pinta ayah.
“Oke yah come
on,” jawab adik. Keluar dari rumah tek..tek.., suara
kunci pintu rumahku saat ibu menguncinya. “Bismillahirrahmanirrahim,”
ucap kami bersma-sama sambil meninggalkan rumah.
Di
perjalanan....
Perjalanan dari
rumah ke Kediri kira-kira membutuhkan waktu kuang lebih 2 jam, itu
pun kalau kami tidak berhenti untuk beristirahat. “Yah, berhenti di
gubuk-gubuk depan ya.” Pinta ibu dengan menunjuk gubuk yang ada di
depan. CIITTS...... suara rem sepeda ayah.
“Ayah.. kok ngerem
mendadak sih.” tutur adik.
“Hahahahaha....ya
maaf ya,” balas ayah.
“Bu, yah, dik
lihat deh itu di depan ada tempat wisata ular, tapi kok sepi ya?”
tanyaku pada mereka dengan menunjuk tempat itu.
“Ya iyalah sepi
kan tulisannya TUTUP !” jawab adik dengan nada kesal.
“Hehehehe ya ya
aku tadikan nggak ngelihat Vi.” Jawabku sambil tersipu malu.
Jalan menuju ke
rumah nenek sangat berkelok-kelok, ya aku tau sih, kami melewati
pegunungan. Untuk menghilangkan rasa bosan, kami bercanda tawa,
bergurau, dan menikmati pemandangan alam. Kini kami sampai di Kota
Kediri, masih cukup jauh untuk menuju ke rumah nenek. Tapi kami
menikmatinya dengan rasa bahagia.
Kampung rumah
nenekku sudah terlihat, kami akan segera melepas lelah kami di rumah
nenek yang penuh dengan keramaian.
Tiba
di rumah nenek....
Kami sampai di rumah
nenek sekitar pukul 10.36 WIB
“Assalamualaikum...,”
“Waalaikumsalam eh
Mbak Melani dan Pakde sudah datang,” kata Iis sepupuku, sambil
membukakan pintu.
“ Nenek....,”aku
dan adik langsung lari menuju ke arah nenek dan memeluknya dengan
erat karena sudah lama tidak bertemu dengan nenek.
“Berangkat jam
berapa tadi,” tanya Bu In pada ayah.
“Jam 8 pagi tadi,
untung tidak macet,” jawab ayah.
“Ayo makan dulu,
supaya laparnya hilang,” pinta Bu Su sambil mengambilkan piring.
“Ya... nanti saja
jangan repot-repot,” jawab ibu.
“Udah ayo cepat,
makanannya keburu dingin mumpung masih hangat,” tegur nenek.
Akhirnya
kami makan dan banyak mengobrol tentang seperjalanan kami tadi.
“Mbak Mel... nanti
sore ada Festival Kuda Lumping lo di kampung sebelah lihat yuk,”
ajak Iis.
“Kampungnya jauh
nggak.”
“Nggak kok nanti
kita bersepeda ke sana. Mbak Mel pakai sepeda Mbak Ayut aja, nanti
biar Mbak Revi kubonceng,” jelas Iis.
“Ya udah, tapi
pakde ikut kan ?” tanyaku pada Pakde Girin.
“Ya pakde ikut
lah! Kan mau nemenim Mbak Melan sama Mbak Revi,” tutur pakde.
Setelah ngobrol lama
aku, ibu, Revi, dan ayah tidur dengan pulas, sementara Bu In dan Bu
Su sibuk di dapur menyiapkan makan sore untuk kami semua.
Mataku
berkedip-kedip kesilauan, kubuka mataku ternyata hari sudah sore, aku
segera beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri.
“Lo... udah jam 4
sore kok aku nggak dibangunin sih,” kataku sambil kebinggungan.
Saat aku berada di
kamar mandi, Revi juga bangun, dan sadar bahwa disebelahnya aku
sudah tidak di tempat tidur. Revi mengira bahwa aku dan Iis
meninggalkannya di rumah, sementara aku dan Iis melihat Festival Kuda
Lumping. Hingga akhirnya Revi menangis dengan keras.
Kudengar dari kamar
mandi suara tangisan yang sangat keras. Cepat-cepat aku keluar dari
kamar mandi karena seperti mengenal suara tangisan itu.
“Aduh kok nangis
keras sekali ada apa?” tanyaku.
“Lo Mbak Mel dari
mana?” tanya Revi sesaat setelah melihatku ia berhenti menanggis.
“Dari kamar mandi,
kamu ngapain nangis sih sampai suaranya kedengar di kamar mandi,”
jawabku.
“Ku pikir mbak Mel
sama Iis ninggal aku ke Festival Kuda Lumping.” Jawabnya.
“Hemm. Oh ya Iis
mana katanya mau lihat Festival Kuda Lumping?” tanyaku pada Bu In.
“Masih ngambil
sepeda di rumah nenek,” jawab Bu In.
Selesai aku dan adik
bercolek, Iis datang dan kamipun segera berangkat ke Festival Kuda
Lumping yang ada di kampung sebelah.
Sepanjang perjalanan
kami melihat pemandangan alam yang indah, kami juga melewati sawah
hijau yang luas, asri, dan hawanya sangat sejuk saat kami
melewatinya. Belum pernah ku temukan pemandangan yang indah ini di
daerah sekitar rumahku. Orang-orang di desa ini juga sangat ramah.
Aku saja belum mengenal mereka satupun, tapi saat aku bersepeda
mereka melihatku dan memberiku senyuman termanis.
“Ayo lewat sini
biar ku tititpkan sepedanya di rumah temanku,” kata Iis sambil
berbelok ke arah kiri.
“Ok,” jawabku.
Sebenarnya kami
sedikit terlambat melihat festivalnya, saat kami datang acaranya
sudah dimulai sudah banyak penari-penari Kuda lumping yang sudah
menari di tengah-tengah warga. Banyak sekali warga yang melihat
festival ini, anak kecil saja berjajar-jajar di barisan paling depan.
Karena banyaknya warga, akhirnya kami melihat acara ini dengan naik
di atas pembatas yang terlapisi semen, agar bisa melihat festival ini
dengan jelas.
“Mbak Mel aku
nggak kelihatan,” kata Revi.
“Iis Revi nggak
kelihatan, pindah yuk!” pintaku.
“Emm... pindah ke
sana aja tempatnya lumayan sepi,” jawab Iis.
Padahal pindah
tempat dari sini ke seberang aja ribetnya minta ampun, harus putar
balik dulu. Huh! Tapi kalau nggak pindah Revi nggak bisa ngelihat
percuma dong.
Sesampainya di
tempat yang lumayan sepi ini kami menikmati acara ini, banyak anak
kecil yang ikut berjoget-joget mengemaskan di depan, suasana disini
campur aduk seru, tegang, takut itu yang sedang aku rasakan saat ini.
Sampai-sampai salah seorang penari Kuda Lumping terus menerus melihat
ke arahku, hingga membuatku resah. Penari itu terus mendekat ke
arahku. Klenting...klenting... suara yang aku dengar saat aku
merasa cemas.
Dubrak!
Penari itu berlari
ke arahku hingga menimpa seorang warga yang tepat berada di depanku,
mengetahui hal itu aku langsung beranjak dari tempat tersebut.
“Revi.....Revi...,
Is tau Revi nggak,” tanyaku pada Iis.
“Lo kan tadi sama
Mbak Mel.” Jawab Iis.
“Ya sih tapi tadi
aku tinggal pergi, habis aku ketakutan melihat seorang penari tadi
lari ke arahku,” jelasku.
“Hu..hu..hu..”
Suara tangis keras
yang membuat aku dan Iis terkejut.
“Lo Mbak Revi dari
mana?” tanya Iis.
“Huuhuuhuu... aku
takut ayo pulang Is!” pinta Revi.
“Ya udah ayo nyari
pakde dulu!” jawab Iis.
Setelah kejadian
tadi kami mulai mencari pakde untuk pamit pulang karena Revi yang
meronta ingin pulang.
“Lo.... kenapa
Mbak Revi kok nangis?” tanya pakde.
“Ketakutan waktu
tadi penarinya kalap,” jelas Iis.
“O... ya udah mau
pulang ta?” tanya pakde
“Iya”
“Gini aja, Mbak
Revi ikut pakde, biar Mbak Melan sama Dek Iis naik sepeda.” Ucap
pakde.
Sementara pakde dan
Revi pulang naik Sepeda, aku dan Iis bersepeda dengan banyak ngobrol
tentang festival tadi.
“Tadi kok
penarinya menimpa orang sih, kasihankan orang yang jatuh terus yang
tertimpa malah ikut-ikut nari di depan gitu?” tanyaku.
“Ya itu namanya
penarinya lagi kalap, emang gitu para penari di festival Kuda Lumping
suka menerjang orang, dan orang yang diterjang ikut-ikutan nari di
depan bersama mereka.” Jelas Iis.
Tanpa terasa kami
sudah sampai rumah, kami semua berkumpul di ruang keluarga dan
mengobrol tentang festival tadi, hingga haripun mulai larut. Kami
semua mulai tidur untuk menghilangkan rasa lelah seharian ini.
by : Melani Shania
0 komentar:
Posting Komentar